Wikipedia

Hasil penelusuran

Rabu, 11 November 2015

PERDA PROVINSI BANTEN NOMOR 6 TAHUN 2010

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN
NOMOR 6 TAHUN 2010
TENTANG
PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR FANTEN,

Menimbang :a. bahwa HIV merupaltan virus yang dapat merusak sistem
kekebalan tubuh yang proses penularannya sangat sulit
dipantau, sehingga dapat mengancam derajat kesehatan
masyarakat dan keIangsungan peradaban manusia;
b. bahwa penularan I-IIV di Provinsi Banten semakin meluas, tanpa
mengenal status sosial dan batas usia, sehingga memerIultan
penanggulangan secara melembaga, sistematis, komprehensif,
partisipatif, dan berkesinambungan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada
huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah
tentang Penanggulangan I-IIV dan AIDS;
Mengingat: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia (Lembaran Negara Republik lndoncnsi,l Tahun 1999
Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3886);
3. Undang-Undang Nomor 23 l'ahun 2000 tentang Pembentukan
Provinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2000 Nomor 182, Tamballan Lembaran Negara Republik
Indonesia ~omol; 4010);
4. Undang-Undang Nomor 32 l'ahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembara~l Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nornor 125, 'Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir
dengan Undang-Undang Nornor 12 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan L,embaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4844);
5. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 113,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5067);
6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 114,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
7. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
9. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2006
tentang Komisi Penanggulangan AIDS Nasional;
10. Peraturan Menteri Tenaga Keja Nomor 68/MEN/IV/2004
tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS di
Tempat Ke ja;
11. Peraturan Menteri Koordinator Kesejahlcraan Ltakyat Nomor
02/PER/MENKO/KESRA/1/2007 tentang Kebijakan Nasional
Penanggulangan HIV clan AIDS Melalui Pengurangan Dampak
Buruk Penggunaan Narkotika dan Psikotropika cian Zat Adiktif
Suntik;
12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2007 tentang
Pedoman Umum Penlbentukan Komisi Penanggulangan AIDS
Dan Pemberdayaan Masyarakat Dalam Rangka Penanggulangan
HIV Dan AIDS Di Daerah.
Dengan Persetujuan Uersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI BANTEN
GUBERNUR BANTEN
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENANGGULANGAN HIV
DAN AIDS.
KETENTUAN UMUM
Pasal I
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Provinsi Banten.
2. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah l'rcsiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintahan Negara Republik
Indonesia sebagaimana dimalcsud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah Provinsi Banten
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Daerah Provinsi Banten.
4. Pemerintah KabupatenIKota Provinsi Banten yang selanjutnya disebut
Pemerintah Kab/kota adalah Bupati/Walilcota sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan KabupatenIKota di Provinsi Banten
5. Gubernur adalah Gubernur Banten
6. Dewan Perwalcilan Rakyat Daerah Provinsi Banten yang selanjutnya disingkat
DPRD adalah lembaga perwalcilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah.
7. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah unsur
pembantu kepala daerah dalam penyelenggaraan pernerintahan daerah yang
terdiri dari Seltretariat Daerah, Sekretariat DIJRD, Dinas Daerah dan Lembaga
Teknis Daerah.
8. Komisi Peilanggulangan AlDS Provinsi Banten yang selanju tnya disingkat KPA
Provinsi adalah Komisi Penanggulangan AlDS Provinsi Banten.
9. Penanggulangan adalah segala upaya dan kegiatan yang dilakukan melipti
kegiatan pencegahan, penanganan, dan rehabilitasi.
10. Pencegahan adalah upaya memutuskan mata rantai penularan HIV dan AIDS
di masyarakat baik lcelompok beresiko tinggi maupun masyarakat umum.
11. Penanganan adalah serangkaian upaya berkesinambungan untuk merawat,
mengobati, mendukung terhadap orang yang terinfeksi HIV dan AIDS.
12. Rehabilitasi adalah serangkaian upaya pemulihan kondisi psikologi, fisik dan
sosial orang yang terinfeksi HIV dan AIDS.
13.l<elompok Beresiko Tinggi adalah pengguna narkotika suntik, penjaja seks dan
pelanggan atau pasangannnya, laki-laki yang berhubungan seks dengan lakilaki,
warga binaan di lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan, orang tua
yang telah terinfeksi HIV ke bayi yang dikandungnya, penerima darah,
penerima organ atau jaringan tubuh yang donor, dan tenaga kesehatan.
14. Human Immunodeficiency Virus yang selanjutnya disingkat HIV adalah virus
yang merusak system kekebalan tubuh manusia dan mengakibatkan turunnya
atau hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah te rjangkit penyakit infeksi.
15. Acquired Iminuno Deficiency Syndrome yang selanjutnya clisingkat AIDS
adalah kumpulan gejala penp~kit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh
oleh virus yang disebur HIV.
16. Infeltsi Menular Seksual yang selanjutnya disingltat IMS adalah infeksi yang
disebabkan oleh mikroorganisme y,mg terutama ditularkan lewat hubungan
seltsual.
17. Konseling Testing Sukarela/Voluntary Conselling Testing yang selanjutnya
disingltat KTS/VCT adalah kegiatan konseling brsifat sukarela dan rahasia
yang dilakukan sebelum dan sesudah test darah untuk HIV di laboratorium
dimana test HIV dilakukan setelah Itlien terlebih dahulu memahami dan
menandatangani informed consent (surat persetujuan setelah mendapatkan
penjelasan yang lengkap dan benar.
'18. Perawatan Dukungan dan Pengobatadcare Support and Treatment yang
selanjutnya disingkat PDP/CST adalah lcegiatan perawatan clukungan dan
pengobatan yang diberikan kepada ODHA sebagai upaya pencegahan dan
pengobatan.
19. Skrining HIV adalah tes MIV anonim yang dilakukan pada darah donor.
20. Surveilans HIV atau sero-surveilans HIV adalah suatu cara untuk mengetahui
besarnya masalah dengan melakukan pengumpulan data yang sistematik dan
terus menerus terhaclap distribusi dan tren/kecendrungan infeksi fIIV untuk
melakukan tindakan pencegahan dan pemberantasan infeksi HIV dan penyakit
terkait lainnya.
21. Surveilans IMS adalah suatu cara untuk mengetahui besarnya masalah dengan
melakukan pengumpulan data yang sistematik dan terus menerus terhadap
distribusi dan tren/kecenderungan infeksi menular seksual untuk melakukarl
tindakan pencegahan dan pemberantasan IMS dan penyakit terkait lainnya.
22. Surveilans perilaku adalah kegiatan pengumpulan data tentang perilaku yang
berkaitan dengan masalah HIV dan AIDS dan dilakukan secara berkala guns
memperoleh informasi tentang besaran masalah dan kecenderungannya untuk
perumusan kebijakan dan kegiatan peanggulangan HIV dan AIDS.
23. Orang Dengan HIV dan AIDS yang selanjutnya disingkat ODHA adalah orang
yang sudah terinfeksi HIV baik pada tahap belum ada gejala maupun yang
sudah ada gejala penyakit ikutan.
24. Orang yang hidup dengan fIIV dan AIDS yang selanjutnya disingkat OHIDHA
adalah orang, badan atau anggota keluarga yang hidup bersama dengan
ODHA dan memberikan perhatian kepada mereka.
25. Kewaspadaan Universal adalah tinaakan pengendalian infeksi yang dilaku~an
oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi
dan didasarkan pada prinsip bahwa darah dan cairan tubuh dapat berpotensi
menularkan penyakit, baik berasal dari pasisen maupun petugas kesehatan.
26. Narkoba yang selanjutnya disebut NAPZA adalah bahan / zat yang dapat
mempengaruhi kondisi kejiwaan / psikologi seseorang ( pikiran, perasaan dan
perilaku ) serta dapat menimbulkan ketergantungan fisilc clan psikologi,
termasuk dalam NAPZA adalah Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif
lainnya.
27. Unlinked anonymous adalah metocla Testing HIV yang dilakukan secara
tanpa nama m anon in^) dengan cara data identitas dari spesi1nc.n dihilangkan
sehingga tidak dapat dikaitkan ctengan pemilik spesimen tersebut.
28. Mandatory HIV Test adalah tes HIV discrtai dengan identitas klien tanpa
disertai konseling sebelum test dan tanpa persetujuan dari klien.
29. Hubungan Seks Beresilto adalah Setiap orang, laki-laki clan perempuan, yang
melakukan hubungan seks tanya kondom cii dalam dan di luar nikah dengan
pasangan yang berganti atau dengan yang sering berganti-ganti pasangan, altau
dilaltukan antar orang dalam Ltelompok rentan, kelompok beresiko, clan
kelompok tertular.
Penanggulangan HIV dan AIDS diselenggarakan berdasarkan asas ltemanusiaan,
kesamaan kedudukan daIam hukum dan pemerintahan, keadilan, kepastian
hukun~, manfaat dan kesetaraan jender.
I'enanggulangan HIV dan AIDS bertujuan untult :
a. meningkatkan derajat kesehatan masyarakat sehingga mampu menekan laju.
penularan HIV dan AIDS serta meningkatkan kualitas hidup ODHA;
b. memenuhi kebutuhan masyarakat akan informasi dan pelayanan kesehatan
yang cukup, aman, bermutu, dan te rjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat
sehingga mampu menanggulangi penularan HIV dan AIDS;
c. melindungi masyarakat dan memutus rnlata rantai penularan HIV dan AIDS;
d. ~nengurangi dampak sosial dan ekonorni akibat HIV dan AIDS pada individu,
keluarga dan masyarakat.
BAB I1
KEBIJAKAN, STRATEGL, DAN LANGKAH-LANGKAH
PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS
Bagian Kesatu
Kebijaltan
Pasal4
(1) Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Penanggulangan HIV dan AIDS
dilaksanakan secara intensif, menyeluruh, terpadu dan terkoordinasi untuk
menghasilkan program yang berkela~~jutan.
(2) Kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh SKPD yang
terkait dalam Penanggulangan HIV clan AIDS dan dapat berkoordinasi dengan
KPAProvinsi, Instansi Pemerintah atau Lembaga Lainnya.
Bagian Kedua
Strategi
Strategi Pemerintah Daerah dalam Penanggulangan HIV dan AIDS meliputi:
a. peningkatan sumber daya manusia yang terkait dalam penanggulangan HIV
dan AIDS dan kerjasama lintas batas wilayah;
b. peningkatan dan perluasan cakupan pencegahan;
c. peningkatan dan perluasan cakupan pelayanan untuk perawatan,dukungan
dan pengobatan;
d. pengurangan dampak negatif dari epidemi dengan meningkatkan akses ke
program mitigasi sosial;
e. penguatan kemitraan, sistem kesehatan dan sistem masyarakat;
f. peningkatan dan mobilisasi dana;
g. pengembangan intervensi struktural;
h. penerapan perencanaan, prioritas dan impleiiientasi program bcrbasis data;
i. peningkatan koordinasi antar SKPD dan atau lembaga lain yang terkait dalam
penanggulangan HIV dan AIDS;
j. pengurangan dampak sosial dan ekonomi akibat HIV dan AIDS pada individu,
keluarga dan masyarakat.
Bagian Ketiga
Langkali-Langkah Penanggulaligan HIV dan AIDS
Paragraf 1
Pencegahan
Pasal 6
Pencegahan HIV dan AIDS dilakukan melalui:
a. kegiatan promosi yang meliputi komunikasi, informasi dan edukasi,
peningkatan perubahan perilaku pola hidup sehat dan religius; peningkataln
pemahaman agama dan ketahanan keluarga;
b. menghindari seks bebas, setia pada pasangan yang sah dan menggunakan
kondom bagi kelompok beresiko tinggi dalam setiap hubungaii seks;
c. pengurangan dampak buruk pengguna narkoba suntik;
d, pencegahan resiko penularan HIV dan AIDS dari ibu ke anak;
e. penyelenggaraan kewaspadaan umum dalam rangka mencegah terjadinya
penularan HIV dan AIDS dalam kegiatan pelayanan kesehatan;
f. penyelenggaraan konseling dan tes sukarela HIV dan AIDS;
g, ~emeriksaan HIV dan AIDS terhadap sample darah, produk darah,. organ dan
jaringan tubuh yang didonorkan;
h, pelibatan perempuan, tokoh agama dan tokoh masyarakat.
(1) Pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilalculcan secara
komprehensif, integratif, partisipatif dan berkesinambungan.
(2) Pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilakulcan olch Pemerintah
Daerah, KPA Provinsi, Instansi Pen~erintah, Masyarnlcat dan Lembaga
L.ainnya.
Paragraf 2
Penanganan
Dalam ha1 Penanganan IlIV dan AIDS, Pernerintah Daerah menyediakan layanan
berupa:
a. klinik VCT dan CST;
b. pengurangan dampalc buruk narkoba suntik;
c. klinik pencegahan dari ibu yang positif H1V kepada bayi yang dikandungnya;
d. skrining HIV pada sample darah, produk darah, organ, dan atau jaringan yang
didonorkan;
e. surveilans IMS, HIV dan perilaku;
f. pengembangan system pencatatan dan pelaporan kasus-kasus I-IIV dan AIDS.
(1) Penanganan terhadap setiap orang yang terinfeksi HIV dan AIDS di Daerah
dilakukan melalui pendekatan sebagai berikut:
a. medis dan klinis;
b. psikologis;
c, sosial;
d. ekonomi;
e. berbasis komunitas.
(2) Penanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan
huruf d dilakukan pada pelayanan hehatan dasal-, rujukan dan layanan.
penunjang milik Pemerintah Daerah atau Swasta.
(3) Penanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dilakukan di rumah
atau di komunitas.
Pasall0
(1) Pemerintah Daerah dalam melakukan penanganan HIV dan AIDS
menyediakan sarana dan prasarana berupa:
a. pendukung perawatan, dukungan dan pengobatan;
b. pengadaan obat anti retroviral;
c. obat anti infeksi oportunistik;
d. obat co-infeksi;
e. obat IMS.
(2) Ketersediaan sarana clan prasarana sebagai~nana dimaksud pada ayat (1) harus
bermutu dan terjangkau ole11 seluruh lapisar~ masyarakat.
Paragraf 3
Rehabilitasi
(1) Rehabilitasi dimaksudkan untult memulilikan dan mengembangkan ODHA
dan OHIDHA yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan
fungsi sosialnya secara wajar.
(2) Rehabilitasi sebagaimalia dimaksud pacla ayat (I) dapat dilaksanakan secara
persuasif, motivatif, koersif, bailc dala~n lteluarga, ~nasyaralcat lnaupun panti
sosial.
(3) Rehabilitasi sebagaimana dimaltsud pada ayat (2) diberikan dalam bentuk:
a. bimbingan mental spiritual keagamaan;
b. perawatan dan pengasuhan;
c. pembinaan kewirausahaan;
d. motivasi dan diagnosa psikososial
e. bimbingan sosial dan konseling psikososial;
f. pelayanan aksesibilitas;
g. bantuan dan asistensi sosial;
h. bimbingan resosialisasi;
i. bimbingan lanjut;
j. rujukan.
BAB 111
KELEMBAGAAN
Pasall2
(1) Pemerintah Daerah melakukan Penanggulangan HIV dan AIDS.
(2) Penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui
program SKPD terkait.
Pasal13
(1) Untuk mengefektifkan upaya Penanggulangan HlV dan AIDS secara terpadu
dan terkoordinasi Gubernur membentuk KPA Provinsi.
(2) Keanggotaan KPA Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari
unsur Pemerintah Daerah, Masyarakat, dan Sektor Usaha yang ditetapkan
dengan Keputusan Gubernur.
Pasal 14
Ketentuan lebih lanjut mengenai kedudultan, tugas, dan tata kerja KPA Provinsi
diatur dengan Peraturan Gubernur.
BAB IV
KEWAJIBAN DAN LARANGAN
Bagian Kesatu
Kewajiban
(1) Setiap crang yang bertugas melakukan test HIV dan AIDS untuk keperluan
surveilans wajib melakukannya dengan cara unlinked anonymous.
(2) Setiap orang yang melakukan test HIV dan AIDS untuk keperluan
pengobatan, dan pencegahan penularan terhadap Kelompok Beresilco Tinggi
termasuk ibu hamil kepada bayi yang dikandungnya wajib melakukan
konseling di Klinik VCT.
(3) Dalam ha1 konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mungkin
dilaksanakan, tes HIV dan AIDS dilakukan dengan konseling dasar dan/atau
konseling dengan inisiatif petugas.
(I) Setiap orang yang karena pekerjaan dan atau jabatannya atau sebab lainnya
mengetahui dan memiliki informasi status HIV dan AIDS seseorang wajib
merahasiakannya kecuali untuk kepentingan medis atau dengan persetujuan
penderita.
(2) Penyedia layanan kesehatan wajib me~nberiltan pelayanai~ kepada ODHA dan
OHIDHA tanpa diskrinunasi.
Setiap petugas kesehatan wajib melaksanakan standar kewaspadaan universal
dalam setiap tindakan medis.
Pasal18
Setiap orang yang menggunakan alat cukur, alat suntik dan jarum akupuntur,
secara bergantian wajib menggunakannya dalam keadaan steril.
Semua kegiatan dan perilaku yailg berpotensi menimbulkan penularan HIV dan
AIDS wajib melaksanakan skrining sesuai dengan prosedul. Jan standar kesehatan
yang baku.
I'asal20
Setiap orang yang berisiko tinggi terjadi penularan IMS, I-IIV clan AIDS wajib
memeriksakan kesehatannya secara rutin.
Setiap pemilik darl/atau pengelola tempat hiburan, atau sejenisnya yang menjadi
tempat berisiko tinggi, wajib memberikan irlformasi atau penyuluhan secara
berkala mengenai pencegahan HIV dan AIDS lcepada semua pekeljanya.
Setiap pemilik dan atau pengelola tempat hiburan, atau sejenisnya yang menjadi
tempat berisilco tinggi, wajib mendata pekerja yang menjadi tanggungjawabnya
untuk dilakukan pemeriksaan kesehatan oleh petugas secara berkala.
Bagian I<edua
Larangan
Pasal23
Setiap orang dilarang melakukan dislcriminosi dalam bcntuk opapun kepada
orang yang terduga atau disangka atau telah tcrinfeltsi I-IIV dan AIDS.
Pasal24
Setiap orang yang telah mengetahui dirinya terinfeksi HIV dan AIDS dilarang
mendonorkan darah, produk darah, cairan mani, organ dan jaringan tubuhnya
kepada orang lain.
Pasal25
Setiap orang yang telah mengetahui dirinya terinfeksi HlV dan AIDS dilarang
dengan sengaja menularkan kepada orang lain.
Pasal26
Setiap orang dilarang meneruskan darah, produk darah, organ dan jaringan
tubuhnya yang telah dilcetahui terinfeksi HIV dan AIDS kepada calon penerima
donor.
Setiap orang atau badan/lembaga dilarang ~nempublikasikan status HIV dan
AIDS seseorang kecuali dengan persetujuan yang bersangkutan atau dengan
alasan medis.
BAB V
PERAN SERTA MASYARAKAT
Masyarakat dan Kelompok Masyarakat Peduli AIDS, Tokoh Agama, Tokoh
Masyarakat, Organisasi Profesi, Tokoh Perempuan, Kalangan Pengusaha dar~
Industri, Sektor Pariwisata berperan dalam membantu setiap upaya dalam
Penanggulangan HIV dan AIDS dilingkungan masing-masing.
(1) Masyarakat bertanggungjawab untuk berperan serta dalam kegiatan
penanggulangan HIV dan AIDS serta perlindunga~~ lerhacl~p ODHA dan
OHIDHA dengan cara:
a. meningkatkan iman dan taqwa serta pemallarnan againa;
b. berperilaku hidup sehat;
c. meningkatkan ketahanan keluarga;
d. tidak melakukan stig~natis~~si dan diskriminasi kepada Orang Terinfeksi
HIV;
e. menciptakan lingkungal: yang aman dan nyaman bagi ODHA dan
OHIDHA;
f. partisipasi aktif penanggulangan NIV d l AIDS dail menciptakan
lingkungan yang kondusif;
g. penyuluhan, pelatihan,VCT/I<TS, pengawasan dan dukungan;
h. melibatkan ODHA dan pengguna narkoba suntik sebagai subjek dalam
upaya penanggulangan.;
i. mencegah terjadinya stigma dan diskriminasi terhadap ODIIA, OHIDHA,
dan keluarganya;
j. aktif dalam kegiatan promosi, pencegallan, perawatan, dukungan,.
pengobatan, dan pendampingan terhadap ODHA;
k. menghindari seks bebas.
(2) Tokoh Agama dan Tokoll Masyarakat berperan serta dalam kegiatan
penanggulangan MIV dan AIDS serta perlindungan terhadap ODHA dan
OHIDHA dengan cara aktif dalam kegiatan sosialisasi penanggulangan HIV
dan AIDS di lingkungannya.
(3) Masyarakat mendorong setiap orang yang beresiko terhadap penularan HIV
dan IMS untuk memeriksakan kesehatannya ke klinik VCT.
BAB VI
PEMBIAYAAN
Pasal30
Biaya dalam Penanggulangan HIV dan AIDS bersumber dari:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN);
1). Anggaran Pendapatan dan Belanja Daernh (APBD);
c. Sumber dana lain yang sah dan tidal< mengikat.
BAB VII
PEMBINAAN, KOORDINASI DAN PENGAWASAN
Bagian Kesa tu
Pembinaan
PasaI 31
(1) Gubernur melakukan Pembinaan dalam Pennnggulnngnn HIV dan AIDS
(2) Pembinaan sebagaimana di~naksud pada ay'lt (1) diarahltnn untuk :
a. meningltatkan dcrajat Itesehataii masyarakat sehingga ir,arnprl mencegah
dan mengurangi penularan HIV dan AIDS;
b. memenuhi keb-~tuhan masyarakat akan informasi dan pelaynnan kesehatan
yang cukup, aman, bermutu, dan terjangkau oleh seluruh lapisan
masyarakat sehingga mampu mencegah dan mengurangi penularan HIV
dan AIDS;
c. melindungi masyarakat terhadap segala kejadian yang dapat menimbulkan
penularan HIV dan AIDS;
d. memberikan kemudahan dalam rangka menunjang peningkatan upaya
penanggulangan HIV dan AIDS;
e. meningkatkan mutu sumber daya manusia dalam upaya penanggulangan
HIV dan AIDS.
Bagian Kedua
Koordinasi
PasaI 32
Gubernur melakukan koordinasi dengan Pemerintah, Pemerintah
:Kabupaten/Kota dalam upaya Penanggulangan HIV dan AIDS.
Bagian Ketiga
Pengawasan
Pasal33
(1) Gubernur melakukan Pengawasan terhadap Penanggulangan HIV dan AIDS.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanaltan oleh SKPD
terkait.
BAD VIII
KETENTUAN PENYIDIKAN
(1) Selain Penjabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pegawai
Negeri Sipil tertentu di Lingkungan SKPD yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya di bidang Penanggulangan HIV dan AIDS diberi wewenang khus~s
sebagai penyidik untuk membantu Pejabat Penyidik Kepolisian Negara
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana.
(2) I'cnyidik I'cgawai Ncl;cri Sipil 11acl.ah sebagaimana dirnaksud pada ayat (1)
berwewenang:
a. menerima lapornn atau pengaduan dari seseorang tenfang adanya tindak
pidana;
b. melakukan tindak pertama pada saat itu ditelnpat kejadian dan
melakukan pemeriksaan;
c. menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal.
diri tersangka;
d. melakukan penyitaan benda dan atau surat;
e. mengambil sidik jari dan memotret tersangka;
f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi ata~:
tersangka;
g. mendatangkan orang ahli dalam hubungannya dengan pemeriksaan
perkara;
h. mengadakan ~enghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari
penyidik bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan
merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik Polri
memberitahukan ha1 tersebut kepada Penuntut Umum, tersangka atau
keluarganya; dan/atau
i. melakukan tindakan lain menurut hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan.
(3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksuci pada ayat (1)
memberitahukan dimulainya Penyidikan kepada Pejabnt IJenyidik Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
(4) Apabila pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
memerlukan tindakan penangkapan dan penahanan, Penyidik Pegawai Negeri
Sipil Daerah melalcukan lcoordinasi dengan Pejabat Penyidik Kepolisian
Negara Republik lndonesia sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
Undangan.
(5) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud ayat (1) menyampaikan
hasil penyidikan kepada penuntut umum melalui Pejabat Penyidik Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
BAB IX
KETENTUAN PIDANA
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana climaksud dalam
Pasal 18, Pasal 19, Pasal20, Pasal21, Pasal22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal25, Pasal
26 atau pasal27 dipidana dengan Pidana Kurungan paling lama 6 (enam) bulan
dan atau denda paling banyak Rp 50.000.000,- (lima puIuh juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Peraturan daerah ini mulai berlaku pacia tanggal ciiundangkan
Agar setiap orang mengetahuinya, me~nerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Banten.
Disahkan di Serang
, Pads Tanggal 19 Novenber 20 10
GUBERNUR BANTEN,
RATU ATUT CHOSIYAH
Diundangkan di Serang
Pada Tanggal 19 Novenber 2010
SEKRETARIS DAERAH
PROVI I BANTEN,
&W/
L,EMBARAN DAERAH PROVINSI BANTEN TAHUN 2010 NOMOR 6
PENJELASAN
ArAS
RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN
NOMOR: 6 TAHUN 2010
TENTANG
PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS
I. UMUM
HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan virus menular yang
dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia. Akibat kerusakan sistem
kekebalan tubuh ini maka seseorang akan dengan mudah diserang berbagai
macam penyakit dalam tenggang waktu yang relatif bersamaan. Kumpulan
berbagai gejala penyakit ini disebut Acquired Immune Deficiency
Syndrome(A1DS).
Provinsi Banten yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang No~nor
23 Tahun 2000, secara geografis pada sebelah Timur berbatasan dengan DKI
Jakarta, Jawa Barat, Utara dengan Laut Jawa, Barat dengan Selat Sunda dan
selatan berbatasan dengan Samudera Hindia, clengan jumlah penduduk di
Tahun 2010 sebanyak 9.921.740 Jiwa, yang tersebar dalam 4 Kabupaten dan 4
kota, 154 Kecamatan 262 I<elul.ahan clan 1.273 Desa. pertama kali kasus HIV
berdasarkan laporan Dinas Kesehakm ditemukan pada tahun 1998 di Serang
dan Tangerang, semakin taliun mengaIami peningkatan, balikan di tahun 2002
sudah menjadi 5 besar dalam estiminasi nasional iideksi MIV pada prevelensi
dari penularan seksual tertinggi rnulai dari Provinsi Papua 7,O-15,0%, Provinsi
Bali 5,O-10,0%, Provinsi Riau 3,8-8,0%, Provinsi Jawa Barat 3,0-S,O% dan Provinsi
Banten 3,O-S,O% dengaii usia yang tentail terinfeksi virus MIVpun berada pada
usia produktif antara umur 15 salnpai dengan 35 tahun, lial ini Lcrjaring clalam
Penemuan kasus HIV-AIDS sebanyak :1.639 Kasus (19 % ) dari target penernuan
(8644), mulai dari yang tertinggi, Kota Tangerang sebanyak 34 %, Kabupaten
Tangerang sebanyalc 27 %, Kabupaten Serang dan Kota Cilegon. Faktor resilco
terbanyak pada lceloinpok Pelnakai narkoba suntilc (67 %), Heteroseksual,
Perinatal (Bayi baru lahir) dali hoinoseksual Prevalensi HIV-AIDS : 0,015 X,
serta ODHA yang mendapat terapi ARV (Obat Anti Retro Viral).
[I. PASAL DEMI PASAL
Cukup jelas
yang dimaksud dengan "asas kemanusiaan" adalah upaya
penanggulangan HIV dan AIDS harus menghorniali hak xasi manusia,
harkat dan martabat ODHA, OHIDI-IA ~laii keluargnnyd
yang dimaksud dengan "asas kesania;m kedudukan dalam hukum dan
pemerintahan" adalah upaya penanggulangan HIV dan AIDS harus
dilaksanakan sedemikian rupa tanpa.ada pembedaan baik antar sesama
orang yang terinfeksi HIV dan AlDS maupun antara orang yang
terinfeksi Jan masyarakat bukan orang yang terinfeltsi lainnya.
yang dimaksud dengan "asas keadilan" adalah tidak melakukan
stigmatisasi dan diskriminasi terhadap ODHA, OHIDHA, keIuargarlya
dan petugas yang terkait dalam penanggulangan HIV dan AIDS.
yang dimaksud dengan "asas keretaraan gender" adalah tidak
membedaltan peran dan kedudukan berdasarkan jenis kelainin dalain
penanggulangan HIV dan AIDS.
Pasal3
Cukup jelas
Cukup jelas
Cukup jelas
Pasal6
Cukup jelas.
Pasal7
ayat (1)
yang dimaksud dengan "komprehensif" adalah Pencegahan yang
terpadu yang memberikan layanan pencegallan yang lengkap dan
menyeluruh
yang dimaksud dengan "integratif" adalah pendekatan
pelayanan yang membuat petugas kesehatan menangani klien
secara utuh, menilai kcdatangan klien berkunjung ke fasilitas
kesehatan atas dasar kebutuhan klien, dan disalurkan kepada
layanan yang dibutuhltannya ke fasilitas rujukan jikn diperlukan
yang dimaksud dengan "berkesinambungan" adalah pendekatan
pelayanan yang mengupayakan antara layanan rumah sakit,
puskesmas dan di masyarakat terjalin kerjasama yang saling
niendukung dengan demikian layanan yang memiliki
keterampilan speseifik dapat membantu memberikan pelatihan
Meningkatnyn kasus cii a t x dibnrenj:i dengan layanan kesel-tatan yang
tidak berpihak pada knsus HIV clan AIDS, sistem rujukan pasien HIV dan AIDS
yang tidak bisa menjaga kode etik asas kerahasiaan pasien untuk kepentingan
medis, dan minimnya pemal-taman clan pei-tgctahuan te.ntang HIV dan AlDS di
tenaga kesehatan dan masyarakat, serta bclum optimal upaya Pemerintah
Daerah, dalam mendukung program penanggulangan HIV dan AIDS.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, dengan semangat desentralisasi dan
otonomi daerah serta komitmen untuk mensejahterakan masyarakat Banten,
memberikan pelayanan kesel-tatan yang terjangkau, perlu dilakukan langkahlangkah
pencegahan dan penanggulangan I IIV dan AIDS yang diantaranya
dengan menyusun kebijakan hukum berbei-ttuk "Peraturan Daerah",
Untuk itu dibentuk Peraturan Daerah tentang Penanggulangan HIV
dan AIDS dengan materi mencakup:
1. Ketentuan Umum;
2. Kebijakan, Strategi, dan Langkah-Langkah Penanggulangan HIV dan AIDS;
3. Kelembagaan;
4. Kewajiban Dan Larangan;
5. Peran Serta Masyarakat;
6. Pembiayaan;
7. Pembinaan, Koordinasi Dan Pengawasan;
8. Ketentuan Penyidikan;
9. Ketentuan Pidana;
10. Ketentuan Penutup;
Maniaat Peraturan Daerah ini bagi masyarakat sangat ditentukan oleh
efektifitasnya, dan efektifitas Peraturan Daerah ini sangat ditentukan oleh
fungsi-fungsi kelembagaan dan perangkat peraturan pelaksanaan yang
diperlukan ui-ttuk itu. Oleh karer~a itu, dalaln rangka inei-t-tberika~l kepastian
hukum dan perlindungan hukum dalam penanggulangan H1V dan AIDS, lnalca
dalam Bab tentang Pembinaan, Pei-tgawasan, dan Koordinasi, Peraturan Uaerah
ini, menugaskan Gubernur untuk melakukai-t lic~orclinasi dengan
Bupati/Walikota dalam upaya penanggulai-tgan lkllV clan AIDS, baik
menyangkut aspek pengaturan maupun pelalcsanaannya. Koorclinasi tersebut
dinlalcsudkan untuk mengaral-tkan agar I<abupaten/I<ota membentuk Peraturan
Daerah tentang penanggulangan HIV dan AlIIS dan melaksanakan kegiatankegiatan
pei-tai-tgg~1an~yi-t I-IIV dar-t AIDS.
kepada layanan lain atau salali satu layanan hanya memusatkan
pada layanan tertentu yang mcrupakan sebagian dari perawatan
lengkap diikuti dengan systcm rujukan yang efektif kepada
layanan yang rnerniliki kemampuan dibidang lainnya
ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal8
Cukup jelas.
Pasal9
huruf a
yang dirnaksud dengan "medis dan klinis" adalah
pendelcatan rnelalui perawatan dan pengobatan dilayanan
kesehatan seperti layanan VCT yang rnerupakan titik awal
seseorang bertanya dan tahu status HIV
huruf b
yang dimaksud dengan "psikologis" adalah pendekatan
melalui dukungan psikologis untuk mengatasi rnasalah - .
depresi, gangguan panic, kecernz.san yang hebat atau
agresif dan risiko bunul~ diri pada saat rnengetahui status
IHIV positif
huruf c
yang dimaksud dengan "sosial" adalal~ pendekatan
rnelalui dukungan social untuk mengatasi permasalahan
tempat tinggal, pekerjaan, bantuan hukum scrta memantau
dan mencegah terjadinya diskriminasi
huruf d
yang dimaksud dengan "ekonorni" adalal-1 pendekatan
rnelalui dulcungar, ekonorni untulc mengatasi
perniasalahan perkerjaan, kesehatan, serta
niempertaliankan dan memperparijang harapan hidup
huruf e
yang dirnalcsud derlgan "berbasis komunitas" adalah
pendekatan rnelalui dukungan sepertipenjangkauan dan
pendampingan pada kelompok resiko tinggi ataupun pada
orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) untuk mengarahkan
pasien datang ke layanan dan untuk mengubali prilaku
menjadi IJHBS (prilaku hidup bersih dan seliat)
yang dimaksud dengan "swasta" adalali layanan kesehatan yang
dimiliki ole11 suatu yayasan tau lembaga independen bukan
milik pcmerintah
ayat (3)
yang dimaksud dengan "komunitas" adalah suatu perkumpulan
orang yang homogeny dari kalangan kelompok resti atau
masyarakat pada umumnya misalnya peer edukator.
Pasall0
Cukup jelas.
Cukup jelas
ayat (2)
yang dimaksud dengan "masyarakat" adalah sehimpunan orang
yang hidup bersama disesuatu ternpat dengan ikatan-ikatan
aturan tertentu seperti keluarga, lembaga, keagamaan, lembaga
swadaya masyarakat (LSM), perguruan tinggi, organisasi
kemasyarakatan, organisasi proresi.
ayat (3)
Cukup jelas
Pasall2
ayat (1)
Cukup jelas
yang dimaksud "SKPD terkait" yaitu Satuan Kerja Perangkat
Dae;ah yang memiliki program penanggulangan HIV dan AIDS
antara lain Bappeda, Badan Pemberdayaan Perempuan dan
Masyarkat Desa, Badan I<esntuan Bangsa dan Politik, Dinas
Sosial, Dinas I<esehatan, Dinas Pemuda dan Olahraga, Dinas
Pariwisata dan Budaya, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi,
Dinas perhubungan Komunikasi dan Tnformasi, Biro Humas,
Biro Kcsejahteraan Rakyat dan SKPD lainnya.
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal15
ayat (1)
yang dirnaksud dengan "unlinked anonymous" adalah tes yang
dilaksanakan dalam rangka sero-surveilans yang dilakukan
sedemikian rupa sehingga identitas orang yang dites tidak
dicantumkan pada sa~npel darah atau spesimen lain yang
diambll dan tidak bisa 4ilacak kembali karena hanya digunakan
untuk sampel epidemiologis berdasarkafi populasi tertentu, dan
bukan i~idividu.
yang dimaksud dengan "konseling" adalah proses pertolongan
dimana seseorang dengan tulus dan tujuan jclas, memberikan
waktu,perhatian dan keahliannya, ~ ~ n t u k membantu klien
mempelajari keadaan dirinya, mengenali dan melakukan
pemecahan masalah terhaclap keterbatasan yang diberikan
lingkungan
ayat (3)
yang dimaksud dengan "konseling dasar" adalah proses
konseling sccara sukarela atnu prosedur diskusi pembelanjaran
antara konselor clan k lien uiituk memahami HIV dan AIDS
beserta risiko dan kolisekwensi terhadap diri, pasangan dan
keluarga serta orang disikitarnya
Pasall6
Cukup jelas
yang dimaksud dengan "standar kewaspadaan" adalah Upaya
pengendalian infeksi yang liarus diterapkan dalam pelayanan
kesehatan kepada semua pasier~, setiap waktu, untuk menprangi
risiko infeksi yang dihlarkan ~nclnl~li da1.aIi
Pasall8
yang dimaksud dengan "keadaan steril" adalah suatu keadaan dimana
selain dalaln keadaan bersih tapi juga bebas dari segala penyebab suatu
penyakit.
Pasal19
Cukup jelas.
Pasal20
Cukup jelas.
Pasal21
yang dimaksud dengan "tempat beresiko tinggi" adalah te~npat -
tempat yang memungkinkan sebagai media penyebaran HIV dan AIDS
seperti, pub, diskotik, karaoke, panti pijat.
Pasal 22
yang dimaksud dengan "pemilik atau pengelola tempat hiburan"
adalah para pemilik atau pengelola pub, diskotik, karaoke, panti pijat
dan tempat lain sebagai media penyebaran HIV dan AIDS.
Pasal23
Cukup jelas.
Pasal24
Cukup jelas
Pasal25
Cukup jelas.
Pasal26
Cukup jelas.
Pasal27
Cukup jelas.
Pasal28
Cukup jelas.
Pasal29
Cukup jelas.
Pasal30
Cukup jelas.
Pasal31
Cukup jelas.
Pasal32
Cukup jelas.
Pasal33
Cukup jelas.
Pasal34
Cukup jelas;
Pasal35
Cukup jelas.
Pasal36
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 29

Tidak ada komentar:

Posting Komentar